Friday, June 10, 2016

Tradisi Ngaji Dan Tidur Di Mushala Di Plosorejo

Peletakan Pondasi Spiritual Sejak Dini. ngaji di Mushala dan tidur di mushala pas ramadhan.
___________
________________
Jangan tinggalkan Tradisi Ramadhan di PLOSOREJO.
Setiap menjelang bulan Suci Ramadhan, ada satu hal yang akan terus teringat oleh kita sampai kapanpun. Sebuah kisah anak-anak baru gede dari plosorejo, yang setiap tahun dilakoninya, tak ketinggalan kita waktu itu (kira-kira dari kelas 4 SD –SMP SMA atau yg tinggal di kampung). Dengan suka cita, kita waktu itu menyambut datangnya bulan Suci Ramadhan ini. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam mengisi bulan Ramadhan ini, dari mulai jalan/lari pagi, tidur dimushola/masjid sampai dengan mainan mercon Meriam Bambu dan ngabuburit. Kegitan-kegiatan tersebut memang hanya di lakukan ketika bulan Ramadhan saja.
Nah…mungkin bagi rekan-rekan mas mas dan mbak mbak mungkin masih ingat dan menyenangkan kalau di kenang. tradisi ini akan terus terkenang. Kegiatan ini dimulai dari pagi hari setelah makan sahur dan sholat Subuh. Setelah sholat Subuh berjamaah, kita akan rame-rame untuk pergi ke jalan raya utama yaitu panjen ke utara sampai mengko, Biasanya ada yang naik sepeda, jalan kaki dan juga lari-lari pagi. tak lupa mercon sepertinya wajib untuk di bawa. Target utama kita disamping ketemu rekan-rekan dari desa yang lain, kita akan “nongkrong” di pinggir jalan sambil menyalakan mercon. bahkan ada loh yg golek cewek alias caper hahaha.
Walaupun jaraknya jauh namun karena dilakukan pada saat pagi hari dan rame-rame tidak membuat capek atau lemes..
Sore harinya, kegitan kita mulai lagi dengan bermain mercon, meriam bambu, Dengan hanya bermodalkan sebatang bambu yang besar dengan ukuran 1-1,5 m dan karbit kita bisa bermain sampai sore dengan puas. Ya..meskipun kadang-kadang dimarahin tetangga karena mengganggu istirahat sore hari mereka, tapi hal ini cukup membuat kita gembira. Malam harinya selepas buka puasa kita rame-rame lagi berangkat ke mushola atau masjid untuk melaksanakan sholat tarawih berjamaah dan dilanjutkan dengan Tadarus Al Qur’an sampai jam 23.00 WIB. Tadarus ini rutin di lakukan dengan cara berkelompok. kelompok putra dan kelompok putri, dimana satu orang membaca dan lainya menyimak bacaannya.
Setelah selsai Tadarus Al Qur’an, yang putri pulang kerumah masing masing dan yang putra tidak pulang kerumah, namun tidur berame-rame diserambi Mushola. Walaupun hanya beralaskan tikar karpet dan berselimutkan kain sarung yang sudah lecek dan kumal (maklum dicuci hanya seminggu sekali wkwkwk) kita bisa tidur dengan pulasnya. Nah....siapa yang akan membangunkan kita. Iling ilingen dw hahaha. dengan sabarnya setiap jam 02.00 WIB akan membangunkan kita untuk pulang dan melaksanakan makan sahur dirumah bersama keluarga. Sebuah tradisi yang syarat dengan kebersamaan, kesederhanaan dan juga religius yang rutin di jalankan selama bulan puasa. Namun saat ini tradisi tersebut hampir tidak kita jumpai lagi. Sebuah budaya yang seharusnya kita pelihara dan lestarikan secara pelan tapi pasti tergerus oleh moderenisasi dan kemajuan jaman.Mungkinkah tradisi ini akan tetap terwujud ketika nantinya generasi muda sudah berganti….??
semoga manfaat. "Marhaban ya Ramadhan"

Tuesday, June 7, 2016

Guyub Rukun

Guyub Rukun di bumi Arplos
____________
____________________
GUYUB adalah kehendak untuk bersama dalam kebersamaan. Bila dalam suatu komunitas semua orang memiliki rasa “guyub” ini, alangkah indahnya hidup di dunia. Misalnya ada keluarga punya hajat, atau mengalami musibah karena ada yang sakit atau meninggal dunia,. maka tanpa diminta, orang orang akan datang memberikan bantuan apa saja.. Semua membantu, baik berupa tenaga, bahan-bahan, dana maupun nasihat. Semua ikhlas tanpa pamrih, tidak mengharapkan balasan. Bahkan kalau tidak ikut “cawe-cawe” membantu mereka akan merasa bersalah., Sifat guyub ini masih belum dan semoga tidak akan hilang dari kehidupan bermasyarakat di negara kita, paling tidak di desa-desa, khususnya di desa yang masih termasuk di “PLOSOREJO”, desa yang terpencil, desa yang menamakan dirinya “ARPLOS” (Arek Plosorejo) (PEPUNDEN PLOSOREJO). Dalam kehidupan kota mungkin sifat guyub sudah terkikis oleh hiruk-pikuk urban life. Membantu memang tetap membantu, tetapi lebih praktis membantu dengan uang. Pada masa galak-galaknya siskamling, kalau pas dapat giliran jaga lebih memilih mengupah orang untuk gantikan jaga di poskamling. Padahal jaga rame-rame di poskamling juga merupakan salah satu bentuk keguyuban.
Kalau “guyub” adalah kebersamaan dalam mengerjakan apa saja secara bersama-sama, maka RUKUN adalah hidup damai tanpa pertikaian. Tidak ada orang bertengkar, atau berbeda pendapat. Kalau terjadi sesuatu semuanya diselesaikan melalui musyawarah yang pasti mufakat. Bahkan kalau perlu mufakat tanpa musyawarah. Dalam bahasa Jawa ada ungkapan “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”. Rukun membuat kita kuat, pertentangan membuat kita bubar. “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”. Bubrah seperti “sapu ilang suhe” (suh: pengikat sapu). Sapu yang kehilangan pengikat akan tercerai berai sekaligus tidak punya kekuatan. Andaikan hal ini terjadi dalam keluarga maka keluarga akan menjadi berantakan. Bagaimana kalau terjadi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara?
Kata “Guyub” dan “Rukun” bisa digunakan secara terpisah atau disatukan menjadi “Guyub Rukun”.Sebaiknya memang disatukan. “Guyub” belum tentu “rukun” demikian pula ”rukun” belum tentu “guyub”. Di era banyak kekerasan ditengah kerasnya hidup, alangkah sejuknya “guyub rukun”. Masih bolehkah kita memimpikan bahwa suatu saat bangsa kita akan kembali memiliki semangat “Guyub Rukun” ini? Kita harus yakin semangat itu masih ada. Paling tidak kata “Guyub” dan “Rukun” masih banyak dipakai. Bukankah banyak Organisasi yang menggunakan nama “Paguyuban”, demikian pula kata “Rukun”. Ada Rukun Tetangga, Rukun Warga, Rukun Tani dan sebagainya.

Mugo Mugo Manfaat.