Guyub Rukun di bumi Arplos
____________
____________________
GUYUB adalah kehendak untuk bersama dalam kebersamaan. Bila dalam suatu komunitas semua orang memiliki rasa “guyub” ini, alangkah indahnya hidup di dunia. Misalnya ada keluarga punya hajat, atau mengalami musibah karena ada yang sakit atau meninggal dunia,. maka tanpa diminta, orang orang akan datang memberikan bantuan apa saja.. Semua membantu, baik berupa tenaga, bahan-bahan, dana maupun nasihat. Semua ikhlas tanpa pamrih, tidak mengharapkan balasan. Bahkan kalau tidak ikut “cawe-cawe” membantu mereka akan merasa bersalah.,
Sifat guyub ini masih belum dan semoga tidak akan hilang dari kehidupan bermasyarakat di negara kita, paling tidak di desa-desa, khususnya di desa yang masih termasuk di “PLOSOREJO”,
desa yang terpencil, desa yang menamakan dirinya “ARPLOS” (Arek Plosorejo) (PEPUNDEN PLOSOREJO).
Dalam kehidupan kota mungkin sifat guyub sudah terkikis oleh hiruk-pikuk urban life. Membantu memang tetap membantu, tetapi lebih praktis membantu dengan uang. Pada masa galak-galaknya siskamling, kalau pas dapat giliran jaga lebih memilih mengupah orang untuk gantikan jaga di poskamling. Padahal jaga rame-rame di poskamling juga merupakan salah satu bentuk keguyuban.
Kalau “guyub” adalah kebersamaan dalam mengerjakan apa saja secara bersama-sama, maka RUKUN adalah hidup damai tanpa pertikaian. Tidak ada orang bertengkar, atau berbeda pendapat. Kalau terjadi sesuatu semuanya diselesaikan melalui musyawarah yang pasti mufakat. Bahkan kalau perlu mufakat tanpa musyawarah.
Dalam bahasa Jawa ada ungkapan “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”.
Rukun membuat kita kuat, pertentangan membuat kita bubar. “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”. Bubrah seperti “sapu ilang suhe” (suh: pengikat sapu). Sapu yang kehilangan pengikat akan tercerai berai sekaligus tidak punya kekuatan. Andaikan hal ini terjadi dalam keluarga maka keluarga akan menjadi berantakan. Bagaimana kalau terjadi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara?
Kata “Guyub” dan “Rukun” bisa digunakan secara terpisah atau disatukan menjadi “Guyub Rukun”.Sebaiknya memang disatukan. “Guyub” belum tentu “rukun” demikian pula ”rukun” belum tentu “guyub”. Di era banyak kekerasan ditengah kerasnya hidup, alangkah sejuknya “guyub rukun”. Masih bolehkah kita memimpikan bahwa suatu saat bangsa kita akan kembali memiliki semangat “Guyub Rukun” ini? Kita harus yakin semangat itu masih ada. Paling tidak kata “Guyub” dan “Rukun” masih banyak dipakai. Bukankah banyak Organisasi yang menggunakan nama “Paguyuban”, demikian pula kata “Rukun”. Ada Rukun Tetangga, Rukun Warga, Rukun Tani dan sebagainya.
Mugo Mugo Manfaat.
No comments:
Post a Comment